Sebagaimana dikutip langsung dari JPNN, di Jakarta. Hingga kemarin (8/5), baru sekitar 70 persen daerah yang sudah melaporkan hasil pengaduan masyarakat terkait data honorer kategori satu (K1) ke Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Kemenpan-RB. Laporan yang sudah masuk itu sudah hasil verifikasi oleh BKD terhadap laporan masyarakat.
Jadi, data yang disetorkan BKD itu sudah menyebutkan mana honorer K1 yang memang sudah valid atau memenuhi kriteria (MK), dan mana yang akhirnya dicoret.
"Sedang sisanya, yang 30 persen lagi, masih memerlukan waktu untuk melakukan proses verifikasi terhadap laporan masyarakat," ujar Kepala Bagian Humas Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Tumpak Hutabarat, kepada JPNN, kemarin (8/5).
Jika semua data sudah masuk, lanjut Tumpak, maka tetap akan disisir lagi oleh tim pusat.
"Nanti akan dibahas untuk tingkat finalisasi, mana yang laporan dari perseorangan, dari LSM, dari media, dan dari instansi resmi. Jadi, semua laporan resmi BKD akan dirapatkan lagi oleh tim pusat," terangnya.
Dia menyebutkan, ada daerah yang banyak dilaporkan masyarakat. Namun ada juga yang sedikit saja. Misalnya Sumut. Honorer K1 di seluruh wilayah Sumut punya peluang besar untuk diangkat semuanya menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Pasalnya, jumlah laporan masyarakat terkait data honorer K1 hasil verifikasi yang sudah diumumkan ke publik, yang masuk ke pusat jumlahnya sangat minim.
Bahkan, menurut Tumpak Hutabarat, laporan yang cuman sedikit itu pun, tidak disertai dengan bukti yang valid.
"Sumut relatif aman, setidaknya dibandingkan dengan Aceh dan Sulawesi Selatan. Sumut aman karena laporan yang masuk sedikit dan hanya menyebut honorer itu diragukan, tapi tidak disertai bukti," terang Tumpak.
Hanya saja, dia tidak merinci dari kabupaten/kota mana di Sumut yang ada laporannya masuk ke pusat. Yang jelas, dibandingkan dengan laporan yang masuk dari daerah lain, Sumut relatif minim masalah.
Untuk laporan dari daerah lain, seperti dari Aceh Tenggara, model laporannya detil dan disertai bukti. "Ada laporan dari Aceh Tenggara, diduga BKD-nya bermain," ujar Tumpak.
Sebelumnya, Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Eko Prasojo menjelaskan, daerah yang melakukan manipulasi data honorer memang banyak. "Cuma untuk sementara ini tidak bisa kami ekspos dulu. Khawatirnya, daerahnya sudah siap duluan sebelum tim pusat datang melakukan cek and ricek," kata Eko Prasojo akhir pekan lalu.
Disebutkan, laporan ke Kemenpan-RB sekitar 1000-an, sedangkan ke BKN sekitar 350. Dari 1000-an laporan pengaduan, lanjutnya, ada tiga jenis kecurangan yang paling menonjol. Yaitu honorernya di angkat di atas tahun 2005, honorer yang diangkat di bawah 2005 tapi tidak dimasukkan dalam data, dan kesalahan daftar nama atau pengurangan daftar nama oleh pejabat berwenang.
Jadi, data yang disetorkan BKD itu sudah menyebutkan mana honorer K1 yang memang sudah valid atau memenuhi kriteria (MK), dan mana yang akhirnya dicoret.
"Sedang sisanya, yang 30 persen lagi, masih memerlukan waktu untuk melakukan proses verifikasi terhadap laporan masyarakat," ujar Kepala Bagian Humas Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Tumpak Hutabarat, kepada JPNN, kemarin (8/5).
Jika semua data sudah masuk, lanjut Tumpak, maka tetap akan disisir lagi oleh tim pusat.
"Nanti akan dibahas untuk tingkat finalisasi, mana yang laporan dari perseorangan, dari LSM, dari media, dan dari instansi resmi. Jadi, semua laporan resmi BKD akan dirapatkan lagi oleh tim pusat," terangnya.
Dia menyebutkan, ada daerah yang banyak dilaporkan masyarakat. Namun ada juga yang sedikit saja. Misalnya Sumut. Honorer K1 di seluruh wilayah Sumut punya peluang besar untuk diangkat semuanya menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Pasalnya, jumlah laporan masyarakat terkait data honorer K1 hasil verifikasi yang sudah diumumkan ke publik, yang masuk ke pusat jumlahnya sangat minim.
Bahkan, menurut Tumpak Hutabarat, laporan yang cuman sedikit itu pun, tidak disertai dengan bukti yang valid.
"Sumut relatif aman, setidaknya dibandingkan dengan Aceh dan Sulawesi Selatan. Sumut aman karena laporan yang masuk sedikit dan hanya menyebut honorer itu diragukan, tapi tidak disertai bukti," terang Tumpak.
Hanya saja, dia tidak merinci dari kabupaten/kota mana di Sumut yang ada laporannya masuk ke pusat. Yang jelas, dibandingkan dengan laporan yang masuk dari daerah lain, Sumut relatif minim masalah.
Untuk laporan dari daerah lain, seperti dari Aceh Tenggara, model laporannya detil dan disertai bukti. "Ada laporan dari Aceh Tenggara, diduga BKD-nya bermain," ujar Tumpak.
Sebelumnya, Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Eko Prasojo menjelaskan, daerah yang melakukan manipulasi data honorer memang banyak. "Cuma untuk sementara ini tidak bisa kami ekspos dulu. Khawatirnya, daerahnya sudah siap duluan sebelum tim pusat datang melakukan cek and ricek," kata Eko Prasojo akhir pekan lalu.
Disebutkan, laporan ke Kemenpan-RB sekitar 1000-an, sedangkan ke BKN sekitar 350. Dari 1000-an laporan pengaduan, lanjutnya, ada tiga jenis kecurangan yang paling menonjol. Yaitu honorernya di angkat di atas tahun 2005, honorer yang diangkat di bawah 2005 tapi tidak dimasukkan dalam data, dan kesalahan daftar nama atau pengurangan daftar nama oleh pejabat berwenang.
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.